Mahardika mematikan mesin mobilnya lalu bergegas melangkahkan kaki agar keluar dari mobil berwarna hitam milik nya. Ia harus meninggalkan pekerjaan nya yang belum selesai begitu saja untuk hari ini setelah meminta izin pada ayah nya untuk pulang lebih cepat dari biasa nya. Kepulangannya ke rumah kali ini benar-benar berbeda, tak seperti hari-hari sebelum nya.
Ia mengetuk pelan pintu sebanyak 3 kali memberi tanda bahwa ia sudah sampai dirumah, namun tak ada jawaban sama sekali dari dalam rumah minimalist dengan cat berwarna putih tulang dan hiasan berwarna silver tersebut. Ia langsung mendorong gagang pintu itu, sampai akhirnya ia masuk kedalam rumah yang kini tampak kosong.
“Aera,”
Gadis dengan baju lengan pendek oversize berwarna hitam, celana pendek santai dengan rambut cepol khas Aera. Kini sedang duduk di sofa, kaki nya menyilang sambil menatap tv hanya diam, tak ada jawaban bahkan senyuman. Mahardika mendudukan diri nya di sofa tepat di sebelah gadis itu.
“Kamu masih mar-,”
Aera tiba-tiba memeluknya, entah apa yang sekarang di pikirkan gadis itu, tapi Mahardika tahu betul perasaan Aera sekarang, “Hey, kamu masih marah?”
Aera semakin mengeratkan pelukannya, ia sama sekali tak menatap mata pria yang kini berada di dalam dekapannya. “Kamu diem, kak.”
Di buat lumayan bingung, yang Mahardika bisa lakukan sekarang hanya membalas pelukan gadis itu sembari mengelus-elus pelan punggung nya, “About the photo you sent earlier,”
“Aku ga butuh penjelasan kamu, aku beneran cuma minta kamu pulang.”
“Tatap aku, angkat kepala kamu,” Pinta Mahardika halus, Aera menggelengkan kepala nya “Ngga mau,”
“Okey, kamu masih marah?” Tanya nya untuk kedua kali nya, “Kak, aku bilang diem dulu,”
Hampir 10 menit berlalu, Aera benar-benar tak angkat bicara akan keadaan nya saat ini. Mahardika memejamkan mata nya, ia berusaha tenang melihat Aera yang kini benar-benar seperti Singa yang sedang lapar.
“Kamu ga pegel emangnya pelukan gini? kasian pinggang nya nanti,” Kata Mahardika,
Suara tangisan tiba-tiba terdengar, Mahardika kaget, suara tangisan tersebut ternyata berasal dari gadis yang kini berada di dalam pelukannya.
“Loh kok nangis?” Mahardika dengan cepat menangkup kedua pipi gadis itu,
“Kak aku gamau denger penjelasakan kamu,” Rengek Aera, air mata nya lolos jatuh membasahi pipi, “Loh nangis beneran kamu?” Mahardika tertawa, ekspresi wajah Aera saat ini benar-benar menggemaskan.
“Kamu jangan ketawa, aku lagi sedih, aku beneran gamau dengerin penjelasan kamu kak, kalo kamu beneran selingkuh bodoamat aku ga perduli, kamu boleh selingkuh tapi jangan ketauan juga sama aku,” Tangisan nya semakin menjadi, suara berusaha menarik ingus pun terdengar, gadis itu nangis sesegukan tanpa henti. Melihat hal itu, Mahardika malah tertawa, perutnya geli apa lagi saat mendengar perkataan yang baru saja Aera lontarkan.
“Apasih sayang astaga, cup cup cup jangan nangis dong!”
“Kamu yang apaan kak, istri nya nangis malah di ketawain,”
“Iya, Iya, Dengerin aku ya,” Tutur nya, sembari mengelus-elus pelan pipi, membenarkan tiap anak rambut yang menghalangi wajah gadis itu, “You promised to believe what I said, right? Listen to my explanation first,”
Netra mereka bertemu, kali ini suasana benar-benar berubah dimana yang tadi nya Mahardika tertawa lalu sekaranh hanya diam. Aera masih sibuk dengan ingus dan air mata nya yang tak kunjung berhenti.
“Itu bukan aku. Sekali lagi, itu bukan aku ya. Hari ini aku ga ke kantor papa sama sekali, aku meeting di satu cafe di daerah jakarta barat karna ada urusan lain buat ngajuin surat-surat di cafe sama Royan hari ini, you believe me right?”
“Terus itu siapa kak? masa kamu ada dua?” Tuduh Aera sembari mengusap air mata nya.
“Iya makanya dengerin dulu sayangku, aku belum selesai ngomongnya,” Perintah Mahardika, di jawab anggukan kecil. Kali ini Aera benar-benar diam.
“Ada anak baru di kantor papa, nama nya Daffa. Iya postur perawakannya mirip aku memang, cuma beda di bagian lengan aja, foto yang kamu kirim ke aku itu Daffa, dan pasti yang kirim foto itu Sirra- Iya dia salah satu karyawan kantor juga.
Dia emang sengaja cari kesalahan aku dan berusaha cari moment bareng aku, karna dari awal dia emang ga suka sama pernikahan kita, kamu tahu dong maksut aku apa?”
Aera berfikir sejenak, mencoba menelaah segala penjelasan menjadi sebuah kesimpulan yang padat di dalam kepala nya. “Jadi maksut kamu, dia sengaja gitu biar aku marah sama kamu terus kita pisah?!”
“Pikiran kamu ke jauhan,” Mahardika gemas melihat Aera yang kini sedang berfikir keras, “tapi iya kira-kira begitu,”
“OH PAHAM, ANJIR LAH ITU CEWE!” Desis Aera, tatapan teralihkan, ia benar benar di buat kesal atas kenyataan yang baru saja ia ketahui, sedangkan Mahardika masih fokus pada gadis itu.
Aera mengepalkan kedua tangan nya,“Kak aku mau jambak si Sir-”
Mahardika tiba-tiba mengecup sekilas bibir gadis itu pelan selama beberapa detik, mata Aera terbelala, kali ini ia benar-benar di buat kaget akan hal yang baru saja pria itu lakukan, Aera di buat bungkam sejenak.
“Bawel,”
“KAK!”
“Udah, Sirra biar aku yang urus besok,”
“TAPI KAK DIA TUH-”
“Makan yuk laper,” Ajak Mahardika, pria itu berdiri dari duduk nya berjalan kearah dapur, di ikuti gadis itu yang mana masih bersama dengan ocehannya.